Budayabangsabangsa.com – Jakarta
Media Doeta Indonesia. Abad XVIII, seorang da’i kelana dari Mekkah kelahiran Bagdad tiba di Banten. Dia dikenal dengan nama Abdul Karim Al Bagdadi. Datangnya ke Nusantara disamping untuk berdakwah dan berdagang untuk mencari saudaranya yang juga bernama Abdul Karim. Dia menerima kabar tentang saudaranya di Pulau Sumbawa.
Abdul Karim kemudian menuju Pulau Sumbawa melalui Jawa Timur. Lalu dia tiba di Dompu, alangkah sedihnya Abdul Karim mendengar berita bahwa saudaranya telah meninggal dunia.
Abdul Karim bermukim di Dompu untuk berjualan tembakau sambil berdakwah. Cara penjualan Abdul Karim cukup unik. Dagangannya tidak dapat dibeli dengan uang atau dibarter dengan barang, namun dagangannya itu harus dibeli dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. (Abdullah Tayib, BA, Sejarah Bima Dana Mbojo, 407)
Dakwah dan dagangan Abdul Karim menjadi viral dan bahkan meluas ke Bima. Hal itu menarik perhatian Sultan Dompu yang akhirnya Abdul Karim diangkat menjadi menantu. (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima, hal 62)
Dari pernikahan itu Abdul Karim dikaruniai putra yang bernama Ismail. Selanjutnya Ismail menerima Syekh Subuh (Ada juga yang menyebut Subhi. Buku ensiklopedia Bima dan Sejarah Bima Dana Mbojo disebut Subur). Syekh Subuh menikah dengan gadis Sarita Donggo dan menerima Syekh Abdul Gani. Syekh Subuh adalah Imam di Kesultanan Bima di masa pemerintahan Sultan Alauddin Muhamad Syah (1731-1748). Dia adalah penulis mushaf Al-Quran La Lino. Sedangkan syekh Abdul Gani adalah Imam Masjidil Haram di paroh abad ke-19 dan menjadi guru para ulama nusantara termasuk Kiyai Hasyim As ‘ari.
Syekh Abdul Gani dikenal dengan Abdul Gani Al Bimawi. Dia menerima syekh Mansyur atau oleh orang-orang Dompu diundang oleh Sehe Jado. Syekh Mansyur melahirkan Syekh Mahdali atau yang dikenal dengan Sehe Boe dan Syekh Muhammad. Sehe Boe bermukim di Kareke Dompu, sedangkan Syekh Muhammad bermukim di kampung Melayu Bima. Syekh Muhammad menjadi ketua Partai Serikat Islam Cabang Bima (1920-1923). Partainya dikenal dengan Partai Ruma Sehe.
Di Masa tuanya, Abdul Karim menetap di So Nggela di teluk Bima dan dimakamkan di So Nggela. Menurut Infrormasi dari Sambori, syekh Subuh diselesaikan di Sambori setelah menerima dari Imam Kesultanan Bima. Syekh Subuh dimakamkan di Sambori. Syekh Abdul Gani kembali ke Mekah dan meninggal di akhir abad ke-19. Syekh Mansyur menetap di Dompu dan dimakamkan di wilayah Magenda Dompu. Syekh Mahdali menerbitkan masa tua di Kareke Dompu dan dimakamkan di Kareke. Syekh Muhammad dimakamkan di pemakaman umum di tanjakan Ule Kota Bima.
Sumber bacaan:
1. Abdullah Tayib, BA, Sejarah Bima Dana Mbojo.
2. Muslimin Hamzah, Ensiklppedia Bima
Narasumber :
Drs. H.Najamuddin (Ami Di), Putera dari Sehe Boe. Kareke Dompu.
Oleh:Abd.Haris
Leave a Reply