Sarasehan Nasional MUI : Sukarno, Islam dan Kebangsaan

Di tempat ini lah, hari Kamis 24 Januari 2019 tengah berlangsung sarasehan nasional yang digagas oleh Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman MUI (LPBKI-MUI), Majelis Pemuda Islam Indonesia dan Yayasan Bung Karno.

Sarasehan mengangkat topik  “Penguatan Literasi Islam dan Kebangsaan Generasi Milenial” dengan mengundang sejumlah narasumber dari berbagai latar belakang profesi diantaranya Sejarawan, Akademisi, pemerintah dan ulama.

Acara yang dimulai pukul 10 pagi sampai 3 sore dibagi menjadi dua termin atau sesi,yakni pertama dibawakan oleh sejarawan dr Rudi dilanjutkan  Dr Arrazy Hasyim, Sekjen MUI Dr Anwar Abbas juga hadir sebagai pembuka acara.

dr Rudi selaku sejarawan sekaligus sebagai perwakilan dari Yayasan Bung Karno (YBK) mengatakan, Indonesia dibangun oleh founding father dalam hal ini panitia sembilan perumus pancasila adalah tokoh-tokoh islam pada zamannya, orang-orang yang taat menjalankan syariah. Mereka antara lain Ir Sukarno, Drs Mohammad Hatta, Abikoesno, Abdoel Kahar Moezakir,  Haji Agus Salim, Mr Achmad Soebarjdo, Kiai Haji Abdul Wahid Hasyim, M. Yamin. Dari sembilan orang tersebut hanya ada satu yang nonmuslim yaitu AA. Maramis.

Karena itu kata Rudi, ini bukti bahwa negara ini dibangun dengan spirit islam, pancasila dirumuskan oleh orang-orang yang faham syariah dan taat menjalankannya.

Hal senada disampaikan oleh Sekjen MUI, DR Anwar Abbas yang menjelaskan, bahwsa Sukarno sebenarnya adalah seorang nasionalis religius, bukan sekuler.

“Bung Karno adalah Nasionalis dan religius karena dia orang Muhammadiyah,masa Muhammadiyah dituduh sekuler,” katanya.

Menurutnya, pikiran-pikiran Sukarno sangat islamis. Selain itu, Istri Sukarno namanya Fatmawati yang mana ayahnya adalah seorang Pimpinan Muhammadiyah Bengkulu. Karena itu, kata Anwar perlu diluruskan sejarah tentang Sukarno yang masih dianggap Sekuler oleh banyak orang.

“Kembalikan buku-buku sejarah kepada yang sebenarnya,literasi kita harus jauhkan dari hoaks dan berisi kebenaran dan ilmu,” katanya.

Menurutnya, Jangan benturkan islam dengan kebangsaan karena Pancasila tidak bertentangan dengan islam terlihat dari sila pertama ketuhanan yang maha esa.

Sementara itu, pemateri lainnya yaitu Dr Arrazy Hasyim menjelaskan, Islam dan kebangsaan terkait erat satu sama lain, yang terjadi saat ini salah satunya karena masih banyak yang salah memaknai agama, hal yang seharusnya masalah furuiyah (cabang) dalam agama justru diposisikan sebagai ushul (pokok) misalnya dalam memilih pemimpin (fikih siyasah/politik) ditaruh di bab Ushuluddin (iman) padahal seharusnya diposisikan di bab Furu (cabang). Fikih Politik dan muamalah adalah furu bukan ushul. Berbeda dalam pilihan politik dianggap bukan saudara lagi.

“Kesalahan orang memahami bab politik, ada perkara-perkara politik Mereka bawa dan paksakan, hal-hal yang zanni (sementara/dapat berubah) ditimbang dalam perspektif qat’i (permanen/pasti),” katanya. (ht)