Budayabangsabangsa.com – Jakarta, Buruh bersatu Indonesia sejahtera, namun persatuan buruh hingga kini belum terjadi, Aktivis buruh senior sekaligus Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Prof., DR, Muchtar Pakpahan,SH.,MA bicara blak blakan tentang Kebijakan-kebijakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Dalam pandangannya, PP no: 78 tahun 2015 yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo membawa sial bagi buruh, hal ini terungkap dalam wawancara selama satu jam dengan Muchtar di Kampus UKI Jl. Pangeran Diponegoro Jakarta Pusat Sabtu (25/02/17).
“Nasib buruh Sial diera Presiden Jokowi, padahal kamilah yang pertama kali mendukung “Jokowi for President” semasa kampanye kami membentuk Barisan Relawan Jokowi (BareJepe), kami SBSI mendukung penuh dengan segenap moril dan materil dengan satu harapan, Jokowi menjadi Presiden yang berpihak atau membela kepentingan – kepentingan buruh guna mencapai kesejahteraan, namun ternyata harapan kami dibunuh dengan dikeluarkannya PP 78 th 2015. Yang jelas bertentangan dengan UU tenaga kerja no: 13 th 2003 pasal 89, 90 junto 153″ ungkap Muchtar dengan nada kecewa
“Ternyata kami (kaum buruh) salah memilih Presiden, jangankan membela kepentingan buruh, komunikasi antara anak dengan Bapakpun tak terjalin, kami ini kan rakyat (anak) Dia (Presiden) itu Bapak, tetapi mengapa sulit berkomunikasi, pemerintahan Jokowi meng-clim bahwa: kabinetnya diisi orang – orang profesional, tetapi kenyataannya kok Menteri Tenaga Kerja saat ini sama sekali tidak memiliki backround pendidikan ketenaga kerjaan, Menteri Tenaga kerja saat ini tidak tahu sama sekali tentang buruh, bagaimana bisa dibilang kabinet Jokowi Kabinet Profesional,” kritik Muchtar.
“Ada tigaratus kasus buruh yang penanganannya tidak jelas, penegak hukum selalu menganggap remeh dan apriori terhadap laporan laporan kasus buruh, jika dikategorikan ada enam kategori kasus buruh yaitu; pengerdilan serikat buruh, outsoursching yang melanggar UUD pasal 33 upah dibawah UMP, pekerja tidak diikutkan BPJS, PHK semena – mena sebagai dampak dari PP 78 dan logo, ini tentunya kembali kepada Presiden yang memang tidak tegas terhadap kasus – kasus sengketa antara buruh dengan pengusaha, ribuan bahkan jutaan buruh masih berupah dibawah UMR/UMP, dan ini tidak ada penegakkan hukum terhadap para pengusaha sesuai UU tenaga kerja no: 13 th 2003 pasal 89. 90 yang mengharuskan pengusaha membayar upah sesuai UMP dan UMR,” sambungnya.
“Seharusnya yang menjadi Menteri tenaga kerja itu saya, karena saya Doktor ketenagakerjaan loh, saya juga Ketua Umum SBSI, saya pernah dipercaya menjadi first presiden Konfederasi dunia, saya pernah dipenjara karena membela nasib buruh diera orde baru, ini bukan menyombongkan diri, tapi begitulah idealnya, seorang Menteri Tenaga kerja harus mengerti tentang perburuhan, sehingga keberpihakkannya terhadap buruh jelas,” tandasnya.
SBSI Akan Longmarch
Saat ditanya terkait rencana Longmarch (07-04-17), Muchtar mengatakan,”longmarch akan dilakukan jika 300 kasus buruh sama sekali tidak mendapat perhatian pemerintah, seramai 1500 orang buruh akan memenuhi Jakarta, bahkan di Sumatera Utara, buruh siap berenang ke Jakarta demi memprotes PP 78 th 2015 yang menguntungkan pengusaha dan mencekik leher buruh, PP 78 ini meringankan pengusaha dari dapat dipidana karena memberi upah dibawah minimum menjadi hanya diberi sanksi administrasi,” katanya.
“25 April nanti usia SBSI genap 25 tahun, dan perjuangan saya membela hak – hak buruh memasuki usia yang ke 39 tahun, dan selama itu pula saya hampir tidak pernah merasakan manisnya perjuangan, hanya diera pemerintahan Gusdur saya dilibatkan membuat kebijakan-,kebijakan perburuhan, diera Soerjadi sebagai Ketum PDI suara buruh pun sedikit didengar, namun diera Megawati dengan slogan wong ciliknya tak berpihak sedikitpun pada buruh, ini sangat berbeda dengan ayahandanya Soekarno yang dijatuhkan oleh CIA karena berpihak pada buruh atau rakyat,” paparnya.
Muchtar menilai, Kebijakan Jokowi mendatangkan buruh dari Tiongkok telah melanggar Trisakti Soekarno, Jokwi juga dinilai tidak komitment terhadap kepentingan buruh. Sejatinya ada komunikasi antara buruh dengan Presiden, sehingga kepentingan buruh dapat diadopsi. (007)
Leave a Reply