Peraturan Nomor 1 Tahun 1956, I Wayan Sudirta meminta Penangguhan Pemeriksaan Perkara

Budayabangsabangsa.com – Jakarta, Kamis

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, di ruang Sidang Utama, Prof. H. Oemar Seno Adji. SH. kembali menggelar perkara Pasal 263 Dengan agenda pemeriksaan 6 saksi dari BPN Bali, Kamis, 30 November 2017.

Lagi-lagi Jaksa Penuntut Umum, A. Rauf dari Kejaksaan Agung tidak dapat menghadirkan kembali ke-6 saksi BPN Bali di muka persidangan dengan alasan bandara baru dibuka hari ini.

Hakim Ketua, mengatakan demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilanjutkan dan ditunda tanggal 5 Desember 2017, dengan agenda saksi dari BPN Bali dan inisial HS satu satu pemilik dari PT. RWN.

I Wayan Sudirta, SH, selaku Kuasa Hukum RC, setelah sidang menjelaskan bahwa saksi tidak dapat hadir karena bencana alam, itu sesuatu yang tidak dapat dihindari. “Tapi yang jauh lebih penting kalau saksi tidak hadir terus menerus, lalu karena bencana alam segala resiko dan dibebankan kepada terdakwa itu tidak fair,” selaku Kuasa Hukum RC.

Lanjut I Wayan saya mengingatkan kepada majelis hakim bahwa ada Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 1956, dengan ketentuan Pasal 81 KUHAP bunyinya apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu perkara ada suatu barang atau tentang satu hubungan antara pihak tertentu maka pemeriksaan perkara pidana ini di tangguhkan. Saya meminta ditangguhkan karena ini sudah 3 kali saksi dari BPN Bali tidak datang, selasa depan terakhir dengan saksi dari BPN Bali, setelah itu dilanjutkan saksi yang meringankan.

Sementara menurut Dr (Yuris) Dr (MP) H. Teguh Samudera, SH, MH., ada 6 orang saksi dari BPN Bali yang tidak hadir dengan alasan JPU karena Bandara baru dibuka hari ini, ya sudah itu diserahkan kembali kepada majelis hakim padahal seharusnya kalau memang itu dianggap penting seharusnya penundaan tidak sampai 3 kali, tapi karena kita sudah tahu sejak awal bahwa kelihatan ada kejanggalan-kejanggalan dalam perkara ini, dan ini sudah di ungkapkan oleh team penasehat hukum peradilan perkara perdata juga masih banyak, kita menang terus dan sekarang masih berjalan, PTUN pun menang terus sekarang juga masih ada satu yang berjalan harusnya ini kan menyangkut masalah HAK kalau menyangkut masalah HAK harusnya ini ditangguhkan sampai ada putusan perdata yang berbentuk pasti.

Mengenai Pergeseran Pasal itu secara hukum sudah tidak bisa, nanti saya tunjukkan dalam dan konsekwensinya bahwa itu tidak bisa kalau Laporan (LP) Pasal 266 KUHP kemudian dialihkan ke LP pasal 263 KUHP. Itu sudah mutlak seperti itu, seharusnya sejak eksepsinya. Ya sudah harus bagaimana lagi kita masuk ditengah jalan apa boleh buat, mohon doanya agar Hukum ditegakkan.

Sirra Prayuna, kepada awak media menjelaskan tidak tau persisnya ini sesungguhnya kewajiban Jaksa Penuntut Umum(JPU) untuk bisa menghadirkan saksi dalam rangka untuk membuktikan dakwaannya, tapi kita lihat sendiri ini sudah 3 kali. 4 kali malahan ini tidak hadir. Tadi kan sudah diberikan kesempatan terakhir oleh Majelis kalau besok hari selasa depan tidak hadir dianggap tidak menggunakan Hak itu.

Kita akan memohon agar dipertimbangkan untuk penangguhan penahanannya dari surat penangguhan penahanannya yang sudah diajukan tempo hari. Tadi kami juga memohon kepada Majelis Hakim untuk terdakwa bisa ditangguhkan karena pertimbangan Kemanusiaan, dan terdakwa kooperatif. sehingga inilah yang saya sebut “Dagelan Hukum”, ini saya juga bingung bayangkan dari pagi kita menunggu sampai jam 18.05 WIB. “Ini negara hukum, tidak boleh ada orang mendapatkan perlakuan diskriminatif, orang tidak boleh dikriminalisasi oleh suatu perbuatan yang tidak sama sekali ada kaitan dengan tindak pidana yang disangkakan,” tutup Sirra Pramuna, SH.

[Bunda Djaen]

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*