FPII Meminta DPR RI Memanggil Dewan Pers

Ketika FPII diterima anggota DPR RI, Tantowi Yahya.

Budayabangsabangsa.com – Jakarta. sabtu, (11/2/2017) Kebijakan Dewan Pers telah memverifikasi sejumlah media dengan barcode sebagai bukti diakuinya media yang dimaksudkan. Telah bertentangan dengan Forum Pers Independen Indonesia (FPII). Dibuktikan dengan mendatangi Komisi I DPR RI, Jumat (10/2).

Ketika FPII diterima anggota DPR RI Tantowi Yahya, FPII menyatakan bahwa, kebijakan tersebut sangat prematur dan tergesa-gesa. Kebijakan Dewan Pers juga dianggap FPII menghalangi kebebasan pers dan kemungkinan adanya pesanan.

Tim kerja FPII, silaturrajmi dgn Agt Komisi 1 DPR RI. Tantowi Yahya dan A Rio Idris Padjalangi, Jum:at, 10 Peb 2017.
Tim kerja FPII, silaturrajmi dgn Agt Komisi 1 DPR RI. Tantowi Yahya dan A Rio Idris Padjalangi, Jum:at, 10 Peb 2017.

Atas dasar kebijakan Dewan Pers itulah para insan pers berinisiatif membentuk Forum Pers Independen Indonesia sebagai wadah dan langkah awal dilakukannya sebuah petisi untuk Dewan Pers. Sejak digulirkan 4 hari lalu, FPII telah merangkul sekitar 126 insan pers seluruh Indonesia membuat petisi agar DPR RI memanggil Dewan Pers untuk Rapat Dengar Pendapat atau hearing dengan FPII.

“Kami adalah pekerja pers dan ini adalah profesi kami. Kami sangat menyayangkan kebijakan Dewan Pers yang menyalah artikan keberadaan kami sehingga kami tidak dianggap,” ujar Opan salah satu penggagas berdirinya Forum Pers Independen Indonesia (FPII ).

Ketika ditanyakan langkah langkah kedepannya, Petisi untuk RDP sudah masuk ke Komisi I DPR RI.
Tantowi Yahya, salah seorang anggota Komisi I DPR RI saat ditemui di Gedung Nusantara III DPR RI mengatakan, permasalahan ini memang harus disikapi dengan serius dan bijak. Masalah ini memang menjadi permasalahan nasional dalam dunia jurnalis.

“Kebijakan Dewan Pers dianggap tidak objektif dan terkesan membatasi ruang gerak Pers yang tidak sesuai UU Pers No. 40 tahun 1999,” kata Tantowi.

Masih menurutnya, kebijakan yang yang dikeluarkan Dewan Pers terkait verifikasi dan kode barcode itu ada asumsi pesanan politik dan bisnis di dalamnya serta untuk menekan gejolak yang telah menjadi viral dengan sebutan hoax.

“Utusan insan pers yang tergabung dalam FPII ke Dewan Pers bukan hanya meminta verifikasi dan barcode dikaji ulang tetapi memang belum tepat waktunya untuk diumumkan ke publik.” Ujar Opan.
.
Ditambahkan Opan, kebijakan yang dikeluarkan Dewan Pers tersebut terlalu dini padahal di UU Pers tidak ada perintah barcode. Dewan Pers hanya pelaksana UU Pers dan bukan untuk mengambil keputusan sepihak.

Untuk itu Forum Pers Independen Indonesia (FPII) meminta Komisi I DPR RI segera menggelar RDP yang dihadiri pengurus inti Dewan Pers dengan kami hingga terbentuk komunikasi yang sehat guna menyelesaikan konflik nasional yang melibatkan insan pers diseluruh Indonesia, sehingga tidak menimbulkan aspek sosial ekonomi.

[Sas]

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*