Budayabangsabangsa.com- Jakarta, Karena sok pintar, tanpa sadar kita sering merendahkan pendapat orang lain, bahkan sampai berani menyalahkannya, atau lebih jauhnya lagi menyesatkan orang lain karena apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki.
Sadarlah, belum tentu pengetahuan yang kita miliki benar-benar suatu ilmu. Bisa jadi itu baru dugaan? Atau, bagaimana jika pengetahuan yang kita terima berasal dari sumber yang belum jelas, siapa orangnya, dari mana asalnya, dan apa latar belakang pendidikannya.
Merasa lebih pintar daripada orang lain merupakan kesombongan yang besar, juga melanggar atau bertentangan dengan nilai-nilai ilmu itu sendiri. Sejatinya, semakin bertambah ilmu seseorang bukannya merasa lebih pintar, tetapi akan semakin merasa bodoh. Pencari ilmu sejati akan berkata, “saya tidak tahu apa-apa.”
Contohlah pohon padi, yang ketika buahnya semakin berisi, ia kian merunduk. Yang menengadah adalah buah yang congkak, kosong, sampai burung sekalipun tidak membutuhkannya.
Berawal dari ketidaktahuan, dengan ilmu yang dimiliki, kita juga seharusnya tetap mengakui bahwa kita memang tidak tahu apa-apa. Mulailah tanyakan diri sendiri, “tahu apa kita tentang hakikat hidup ini?”
Jangan-jangan, ilmu yang kita miliki sekedar kumpulan ucapan atau pendapat orang lain yang kita percaya, bukan hasil pencarian diri sendiri melalui eksperimen atau penelitian. Sekalipun hasil pencarian diri sendiri, sadarlah bahwa kebenaran pengetahuan itu bersifat relatif!
Umar ibn Khatab r.a, suatu ketika berkata, “ilmu ada tiga, yaitu Kitab Allah yang berbicara, Sunnah Rasulullah yang berlaku, dan saya tidak tahu!”. Jadi, satu-satunya pengetahuan atau ilmu yang kita miliki adalah “saya tidak tahu.”
Sekali lagi ingat, bangga dengan kepintaran merupakan kesombongan yang tercela. Yang kita miliki sejatinya anugerah dari Allah Swt. Jika Allah tak menghendaki kita memilikinya, sangat mudah bagi Allah untuk melenyapkan seluruh ilmu kita. [taa]
Leave a Reply