Bela Ancol, FPII: Dewan Pers Tidak Objektif

JAKARTA- Pengekangan kemerdekaan pers kembali terulang. Pemberitaan investigasi dari media Buser Bhayangkara 74 (BB74) yang menyoroti fungsi bangunan bekas toilet dijadikan tempat mesum di kawasan pantai Ancol belakang resto siap saji A & W menjadi viral
Pemberitaan 23 Februari 2017, edisi 32 Tabloid Buser Bhayangkara 74 dan Buserbhayangkara74.com dilaporkan oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk melalui Rika Lestari selaku Manager Promosi Corporate dan Protokoler PT. Pembangunan Jaya Ancol ke Dewan Pers.
Berdasarkan pemanggilan klarifikasi I surat Dewan Pers tertanggal 3 Maret 2017 dengan No. 122/DP/K/III/2017, hadir Pimpinan Redaksi Buser Bhayangkara 74 Gunawan Selamet, biro Jakarta Utara, Nurhadi yang didampingi rekan rekan insan pers, perwakilan FPII bidang Advokasi dan Humas, Rika Lestari Cs yang mewakili PT. Pembangunan Jaya Ancol serta enam (6) orang pengurus Dewan Pers yang diketuai oleh Yosep Adi Prasetyo berlangsung singkat.
Pertemuan klarifikasi I yang digelar digedung Dewan Pers, 9 Maret 2017 pukul 11.00 wib tidak menemukan solusi bahkan utusan FPII bidang Advokasi Wesly dan Baso diminta oleh Yosep untuk keluar ruangan dengan alasan hanya internal media Buser Bhayangkara 74 dengan pihak Ancol. Meskipun secara birokrasi, media Buser Bhayangkara 74 telah menyurati pengurus FPII dan meminta FPII untuk mendampingi Nurhadi dan media Buser Bhayangkara 74.
“Kami tidak memahami maksud dari Yosep Ketua DP itu, padahal Nurhadi dan medianya telah meminta kami untuk pendampingan saat klarifikasi tersebut, sikap Yosep sangat tidak elegent dan condong tertutup untuk proses klarifikasi ini.” Ucap Wesly.
Ketidakpuasan atas sikap Dewan Pers juga dilontarkan Pimred Buser Bhayangkara 74, Gunawan. Ia sangat kecewa atas sikap DP, pasalnya, pemberitaan hasil investigasi wartawannya yang jelas jelas fakta, bukan mengada-ada dan dianggap DP pemberitaan itu hanya sebatas menghakimi pihak ancol.
“Dewan Pers (DP) terlihat jelas berpihak ke Ancol, itu namanya bukan pertemuan klarifikasi akan tetapi lebih ke arah mengintimidasi kami dan mencari cari kesalahan dari kami.” Ujar Gunawan saat dijumpai awak media setelah pertemuan di gedung Dewan Pers, Kamis (9/3).
Ia juga katakan, ada tiga (3) poin dari tujuh (7) poin hasil pertemuan tersebut bukan solusi, diantaranya;
Pertama, media Buser Bhayangkara 74 diminta membuat permohonan maaf yang dimuat di cover depan terbitan edisi berikutnya,
Kedua, mengganti nama media.
Ketiga, media Bhayangkara 74 diminta membuat surat pernyataan yang berisi tidak melanjutkan kasus tersebut dan dianggap sudah selesai.
“Semua poin yang diajukan DP kami tolak, harusnya DP melihat secara objectif dan bukan menghakimi kami, kalau pemberitaan fakta saja diseperti inikan, mau jadi apa insan pers generasi mendatang. Dan bukan kami yang seharusnya minta maaf, akan tetapi pihak PT. Pembangunan Jaya Ancol yang minta maaf kepada kami karena sudah melanggar UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). ” Tegas Gunawan.
Gunawan, mengecam tindakan DP terhadap wartawannya, karena terkesan menyudutkan, membatasi atau bahkan mengekang kebebasan pers. “bukti – bukti kami punya, kalian bisa lihat toilet yang dijadikan tempat mesum, sekarang sudah dirapikan dan ditutup rapat sama pihak Ancol, itu menandakan bahwa apa yang diberitakan media kami benar.“
Di lain tempat, sebagai forum yang diminta mendampingi media Buser Bhayangkara 74 sekaligus mendampingi jurnalisnya, FPII meminta Dewan Pers untuk berlaku objectif dan tidak memihak ke pengusaha. Terlebih ketika didapatinya laporan ada pengusiran terhadap utusan FPII Bidang Advokasi oleh Ketua Dewan Pers.
Kasihhati, selaku (ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia) saat dikonfirmasi mengecam tindakan Dewan Pers yang terlampau kasar dan terkesan tidak objectif dalam kasus itu. “Ini akan menjadi buah simalakama buat Dewan Pers dan kami meminta Dewan Pers untuk segera menarik kembali ucapan kasarnya terhadap utusan forum kami saat mendampingi media Buser Bhayangkara 74 yang memenuhi undangan Dewan Pers untuk mengklarifikasi.”  (opan/pmrd/sb/FPII).

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*