Site icon

Syaykh Al – Zaytun”Melalui Maritim, Indonesia Tanah Airku, Mulia Dan Suci Harus Dijaga

Budayabangsabangsa.com – INDRAMAYU, Dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya yang asli atau sebelum dikeluarkannya peraturan pemerintah no: 44 tahun 1958 terdapat filosofi yang sangat menarik, yang hal ini hampir dilupakan oleh segenap bangsa Indonesia. Mengapa? Karena lagunya saja dilupakan.

Menurut seorang tokoh Pendidikan, yang juga merupakan pimpinan pondok pesantren terbesar di seluruh dunia, Syaykh Panji Gumilang (Syaykh Al- Zaytun) dalam bincang santainya dengan rombongan pejabat Kementerian Perhubungan Laut yang dipimpin Ferry di Wisma Al-Islah, Pondok Pesantren AL –Zaytun Indramayu Jawa Barat,”Indonesia adalah Negara yang berbasis Maritim (laut) harus menjadikan Maritim sebagai pertahanan utama dalam menjaga Indonesia sebagai tanah air, Indonesia Tanah Mulia dan Pusaka serta Indonesia Tanah Yang Suci,” ungkap Syaykh, Selasa (15/11/16).

“filosofi Indonesia tanah air, mulia dan suci ini sangat jelas tersirat dalam sebuah lagu kebangsaan kita yang dibuat oleh Wage Rudolf Supratman, didalam lagu teks asli tahun 1950, lagu Indonesia Raya terdapat tiga stanza, namun, setelah dikeluarkan peraturan pemerintah no: 44 tahun 1958, lagu Indonesia Raya hanya dinyanyikan satu stanza, maka, untuk menyadarkan kembali akan apa itu Indonesia, sebagai pendidik, Syaykh mengajak santriwan santriwati menyanyikan Indonesia Raya dalam tiga stanza saat upacara, sebagai pendidik kan tidak ada salahnya,” sambung Syaykh.

Hasil penelusuran redaksi dari berbagai sumber, ditemukan data dari perpustakaan Leiden di Belanda, dimana naskah asli lagu tersebut berada di sana_ dan Indonesia tidak memilikinya. Disebutkan kalau lirik aslinya ditulis pada tahun 1928 dengan judul Indonesia Raja_(ejaan lama).
INDONESIA RAJA (1928)

(Stanza I)
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga Pandoe Iboekoe.
Indonesia kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
“Indonesia Bersatoe”.
Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah neg’rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raja.

(Stanza II)
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oentoek s’lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kita semoea,
Marilah kita mendoa:
“Indonesia Bahagia”.
Soeboerlah tanahnja,
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoeanja,
Sedarlah hatinja,
Sedarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.

(Stanza III)
Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita disini,
Disanalah kita berdiri,
Mendjaga Iboe sedjati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang terkoetjintai,
Marilah kita berdjandji:
“Indonesia Bersatoe”
S’lamatlah rajatnja,
S’lamatlah poet’ranja,
Poelaoenja, laoetnja, semoea,
Madjoelah neg’rinja,
Madjoelah Pandoenja,
Oentoek Indonesia Raja.

(Refrain)
Indones’, Indones’,
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg’rikoe jang koetjinta.
Indones’, Indones’,
Moelia, Moelia,
Hidoeplah Indonesia Raja.

INDONESIA RAJA
I
Indonesia tanah airku, Tanah tumpah darahku,
Disanalah aku berdiri, Djadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku, Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru, Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku, Hiduplah neg’riku,
Bangsaku, Rajatku, sem’wanja,
Bangunlah djiwanja, Bangunlah badannja, Untuk Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang mulia, Tanah kita jang kaja,
Disanalah aku berdiri, Untuk s’lama-lamanja.
Indonesia, tanah pusaka, P’saka kita semuanja,
Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnja, Suburlah djiwanja,
Bangsanja, Rajatnja, sem’wanja, Sadarlah hatinja,
Sadarlah budinja, Untuk Indonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang sutji, Tanah kita jang sakti,
Disanalah aku berdiri, Ndjaga ibu sejati.
Indonesia, tanah berseri, Tanah jang aku sajangi,
Marilah kita berdjandji, Indonesia abadi.
S’lamatlah rakjatnja, S’lamatlah putranja,
Pulaunja, lautnja, sem’wanja,
Madjulah Neg’rinja, Madjulah pandunja, Untuk Indonesia Raja.
Refrain:
Indonesia Raja, Merdeka, merdeka,
Tanahku, neg’riku jang kutjinta!
Indonesia Raja, Merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raja.

Yang menarik dari perbincangan Syaykh dengan Ferry adalah: Syaykh berencana mendirikan Universitas Kemaritiman di Wilayah Pantai Laut Selatan, menurut Syaykh, ini merupakan refresentasi dari lagu Indonesia Raya yang tiga stanza tadi, katanya.

“Universitas Maritim yang Syaykh rencanakan ini harus komprehensif, mata kuliahnya tidak hanya mengajarkan mahasiswa mengemudi kapal, selain lihai menakhodai kapal, mahasiswa kemaritiman harus bisa mengelola kekayaan alam dibawah laut, laut kita kaya, tak hanya ikan, namun didasar laut sana terdapat, intan, emas, berlian, minyak bumi dan masih banyak lagi kekayaan laut,” harap Syaykh Al – Zaytun optimis
“bahkan tadi pagi saya membaca Koran yang isinya, ribuan kapal barang tidak terpakai, saya tertarik untuk mengalih fungsikan kapal – kapal barang tersebut menjadi kapal – kapal penangkap ikan, pelabuhannya kita buat di Losarang Indramayu dan Cipatuja Tasik Malaya , semoga Pemerintah dapat mewujudkannya, permudah saja ijinnya, Al – Zaytun yang membuatnya,” jelas Syaykh.

Menaggapi rencana Syaykh tersebut, Ferry mengamini dengan mengatakan,”saya akan melakukan kajian di Cipatuja, Losarang dan pantai laut Selatan untuk kemudian dilaporkan kepada Menteri agar rencana Syakh yang mulia ini bisa dilaksanakan, saya merasa terharu dan bangga dengan ide – ide besar yang dituangkan Syaykh, seharusnya ide – ide besar ini disampaikan oleh Kepala daerah dan Bupati,” ungkapnya.
“selama ini tidak ada pejabat daerah yang mengusulkan Losarang menjadi pelabuhan, tetapi Syaykh dengan analisisnya memaparkan bahwa: Losarang layak jadi Pelabuhan, tak hanya Losarang, Cipatuja pun Syaykh mengusulkannya, ini menandakan Syaykh sangat peka terhadap kemajuan Indonesia, saya juga menyarankan agar Syaykh mendirikan Bada Usaha Pelabuhan (BUP) sebagaimana Pelindo, ini sangat mungkin dan bisa dilakukan oleh Syaykh,” tutupnya.

Exit mobile version