Site icon

Aetra Abaikan Azas Praduga Tak Bersalah

JAKARTA, Budayabangsabangsa.com  Aetra perusahaan yang menjual air pam dan beralamat di Jl. Tongkol No. 5 Tanjung Priok Jakarta Utara ini disinyalir sering merugikan para pelanggannya, modusnya, para pekerja yang bertugas sebagai petugas operasi lapangan atau Opal bekerjasama dengan petugas bagian eksekutor mencari-cari kesalahan pelanggan, berdasarkan pantauan media dan beberapa LSM, seringkali petugas opal memberikan laporan kepada petugas eksekutor Aetra tentang hasil temuan mereka yang menurut mereka ada indikasi kecurangan, pelanggaran dan pencurian air oleh pelanggan, nah gilanya, hanya berdasarkan kecurigaan dan indikasi tersebut, sang eksekutor langsung mengeksekusi pelanggannya dengan memutus meteran air yang ujung – ujungnya pelanggan dikenakan denda puluhan sampai ratusan juta rupiah.

Menurut Wakil Ketua Badan Peneliti Independen DKI Jakarta (BPI) Rukmana S.Pd,I, tindakan Aetra ini sudah mengabaikan azas praduga tak bersalah, hak asasi manusia dan rasa keadilan masyarakat, tindakan aetra dalam menghakimi para pelanggannya sudah melebihi para penegak hukum yang disahkan negara ini, mereka lebih sakti dari Polisi, Jaksa dan Hakim, katanya.

Lebih jauh Ia mengatakan,"Gubernur harus bertindak tegas menyikapi tindakan liar dan tak berprikemanusiaan Aetra terhadap para pelanggannya, jika tidak, masyarakat akan terus menjadi korban kesewenang-wenangan Aetra, BPI mencatat sedikitnya ada 3 orang warga yang diperlakukan sewenangwenang oleh Aetra," ungkapnya di kantor BPI Jl. H. Tiung Plumpang Semper Jakarta Utara Rabu (07/10)

Data Korban Kesewenang-wenangan Aetra

Rohimah warga Kebon Bawang I Rt 07/ Rw 007, Kelurahan Kebon Bawang Tanjung Priok Jakarta Utara adalah korban arogansi Aetra yang didenda Rp.3 juta hanya karena saat dicek petugas opal, segel meteran air tidak standar, temuan ini dilaporkan ke petugas eksekutor  Aetra Jl. Tongkol yang dipimpin Masna, seperti biasa, Masna menugaskan Widodo untuk mencabut (memutus) meteran Rohimah pelanggan yang baru 4 bulan menempati rumah atas nama pemilik rumah Romli ini, sebuah tindakan arogansi dan tidak berprikemanusiaan, mengeksekusi dan menuduh orang tanpa sebuah pembuktian, peringatan atau mediasi terlebih dahulu, tak hanya itu, proses eksekusi pun sangat menciderai etika, moral dan  ham, bayangkan, saat pelanggan bernama Ibrohimah terbaring sakit, petugas Aetra memaksa Ibrohimah menandatangani BAP yang dibuat sendiri oleh petugas tak bermoral tersebut, padahal, jika seseorang dalam keadaan sakit, panggilan Polisi, Jaksa dan Hakim sekalipun boleh diabaikan atau ditunda, mengapa Aetra dengan begitu gagah dan sombongnya memaksa  seorang warga negara dan punya hak hukum mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. selain Rohimah (Romli) ada juga Umar warga Kalibaru yang didenda Rp. 11 juta dengan tuduhan yang tidak jelas kesalahannya, Umar menjual air dengan meteran Rumah tangga (biasa) bukan hidrant, "lantas apa salahnya, kan saya bayar sesuai meteran yang ada, saya tidak mencuri," ujar Umar. Selain itu, redaksi juga mencatat, seorang warga Plumpang bernama Cucur dikenai denda Rp. 5 juta dengan tuduhan mencuri air, sebuah tuduhan yang tidak bisa dibuktikan dan tidak pernah digelar dalam persidangan.

"ini sebuah tindakan diskriminasi dan arogansi pengusaha terhadap rakyat, tindakan melanggar ham oleh Aetra ini harus segera dihentikan, saya berharap Gubernur DKI Jakarta tidak menutup mata atas kejadian ini, Walikota harus memanggil Direktur Aetra Junaedi untuk dimintai keterangan atas kasus-kasus diatas," tandas Rukmana Wakil Ketua BPI DKI Jakarta.(Rukmana)

 
 
Exit mobile version